Senin, 03 Desember 2012

Menjelajah Tiga Kerajaan Dalam Peradaban Maritim Di Kaki Gunung Tambora

MENJELAJAH TIGA KERAJAAN DALAM PERADABAN MARITIM DI KAKI GUNUNG TAMBORA KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha esa, yang telah memberikan berbagai macam karunia dan rahmat Nya sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik, shalawat serta salam tercurahkan bagi junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW. Yang telah berjuang keras demi ummat nya, dalam menyebarkan Islam keseluruh penjuru dunia hingga ke Negeri kita Indonesia. Dalam karya tulis ini akan mengulas secara singkat mengenai peradaban Tambora di Pulau Sunda kecil yakni Pulau sumbawa, dalam hal ini penulis mencoba menguraikan perdaban-peradaban tambora yang masih tersisa di sekitar wilayah tambora. Tambora tidak hanya di kenal sebagai Nama Gunung di Pulau Sumbawa tetapi juga menjadi Julukan sebuah negeri Kecil yang terletak di Bagian Utara Pulau Sumbawa. Tambora dikenal di dunia karena Gunung ini pernah mengalami letusan dahsyat pada tanggal 10 April 1815 bahkan dicatat sebagai letusan terhebat dalam sejarah. Dalam peristiwa letusan tersebut tercatat 3 kerajaan yang terkubur yakni Kerajaan Tambora, Kerajaan Sanggar, dan Kerajaan Pekat. Dalam buku Negarakertagama pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk Kerajaan Majapahit, ketiga kerajaan ini adalah termasuk dari sepuluh kerajaan yang ada di Sumbawa . Mataram 09 November 2012 DAFTAR ISI Halaman judul 1 Kata Penghantar 2 Daftar Isi 3 Pendahuluan 4 Bab I 5 Pembahasan 5 Daftar Gambar 12 Bab II 14 Penutup 14 Daftar Pustaka 15 PENDAHULUAN Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan budaya manusia. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan. Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan. Gunung Tambora yang meletus pada 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu, mengakibatkan tiga kerajaan kecil (Pekat, Tambora, dan Sanggar) yang terletak di sekitar Tambora tersebut musnah. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu pun menjadi bagian dari Kerajaan Dompu. Pertambahan wilayah Kesultanan Dompu tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran negeri baru pada waktu itu bagi Dompu, yakni pergantian antara Dompu Lama ke Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. Ahli sejarah Prof.DR.Helyus Syamsuddin.PHd mengungkapkan, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari kelahiran Dompu, yang kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004. PEMBAHASAN BAB I A. Analisa Sejarah Gunung Tambora Gunung Tambora merupakan Sratovulkano yang terletak di Pulau Sumbawa dan merupakan bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung ini adalah Busur Sunda, Tali dari Kepulauan Vulkanik yang membentuk rantai selatan kepulauan Indonesia. Gunung Tambora menempati Semenanjung yang merupakan bagian dari pulau sumbawa terbentuk oleh proses pertumbuhan gunung Tambora itu sendiri yang dinamakan semenanjung Sanggar. Disisi utara semenanjung tersebut di batasi oleh Laut Flores, dan disebelah Selatan dibatasi oleh Teluk Saleh dengan panjang 86 Km dan lebar 36 Km. Pada mulut teluk Saleh terdapat Pulau kecil disebut Pulau Moyo . Dalam naskah yang telah ditransliterasi sejarawan yang filolog Hj. Siti Maryam Salahuddin dan filolog Hendry Chamber Loir asal Prancis ini, tergambar betapa ledakan Tambora hampir dua abad yang lalu itu benar-benar merupakan monster yang menakutkan. Dalam Bo’ Sangaji Kai naskah 87 tertulis: ”….tatkala itulah di tanah Bima datanglah takdir Allah yang melakukan kodrat dan iradatnya atas hambanya. Maka gelap berbalik lagi lebih daripada malam itu, kemudian maka berbunyilah seperti bunyi meriam orang perang, kemudian maka turunlah kersik batu dan abu seperti dituang lamanya tiga hari dua malam…..setelah itu maka teranglah hari maka melihat rumah dan tanaman sudah rusak semuanya. Demikianlah adanya itu, yaitu pecah Gunung Tambora menjadi habis mati orang Tambora dan Pekat…. ” Letusan maut 11 April 1815 itu menelan korban 92 ribu jiwa, memuntahkan magma dan debu tidak kurang dari 600 km kubik dalam ketinggian 44 km. Energi letusannya dilukiskan setara dengan 172 ribu kali kekuatan ledakan bom atom Hiroshima, yang dijatuhkan Sekutu tahun 1945 dan empat kali daya ledak Gunung Krakatau di Selat Sunda tahun 1883. Awan panas meluncur dengan kecepatan 250 km/jam dalam suhu 800 derajad celcius. Menurut Igan Suthawijaya, vulkanolog yang telah meneliti letusan Tambora lebih dari 10 tahun, suhu ini mengalahkan suhu awan panas dalam letusan Gunung Vesuvius yang mencapai 500 derajad celcius. Awan panas inilah, yang rupanya kini membuat material di sekeliling kawah dan puncak gunung, serta pasir-pasir yang kami lalui di sepanjang pendakian ini, tampak hitam legam bak arang. Sejak letusannya itu, selama lima tahun tanah Sumbawa tidak dapat ditanami. Inilah awal bencana kelaparan di pulau ini yang menyebabkan nyawa-nyawa manusia pun melayang, dan jumlah korban terus bertambah. Peristiwa ini memakan korban separuh dari penduduk Pulau Sumbawa. B. Tiga Kerajaan di gunung tambora Sebelum gunung Tambora meletus, ada tiga kerajaan yang berkuasa di sekitarnya, yakni Tambora, Pekat dan Sanggar. Hingga kini, penelitian belum bisa memastikan di mana persisnya lokasi tiga kerajaan yang tertimbun abu, debu serta lahar Tambora. Peneliti Balai Arkeologi Denpasar, Made Grie mengatakan, salah satu alasannya, hingga saat ini temuan benda bersejarah di Gunung Tambora masih sedikit. Meski, tim peneliti Arkeologi Denpasar baru-baru ini menemukan rangka rumah tradisional yang terbuat dari kayu. Rumah tersebut terdiri dari atap yang terbuat dari alang-alang serta beberapa perabotan rumah yang sudah porak-poranda. Rumah tersebut, lanjut Made Grie layaknya rumah panggung yang kemungkinan bagian dari pemukiman masyarakat Kerajaan Tambora. Meski begitu, Grie belum dapat memastikan di mana letak sebenarnya istana Tambora tersebut. Dia menduga keberadaan istana tersebut berada di sekitar perkebunan kopi di Kecamatan Tambora. Selain rumah itu, tim juga menemukan sejumlah benda bersejarah lainnya seperti keris, pecahan keramik, alat tenun, tali kuda, dan perhiasan. Menurutnya, jumlah temuan tim arkeolog Denpasar itu berkisar antara 10 item lebih. Kini hasil temuan itu disimpan di Balai Arkeologi Denpasar untuk diteliti. Temuan-temuan itu, lanjut Made Grie mengindikasikan keberadaan dua kerajaan yakni Pekat dan Tambora. Sementara untuk kerajaan Sanggar masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Made Grie menjelaskan, keberadaan dua kerajaan -- Tambora dan Pekat secara geografis memungkinkan berada di perkebunan kopi. Pasalnya letak perkebunan kopi yang cukup luas dan menghadap ke Pelabuhan Kenanga. "Tapi itu membutuhkan penelitian dan kami pelajari lebih lanjut. Saya punya anggapan indikasi letak kesultanan Tambora berada di lokasi tanah lapang di perkebunan kopi,"ujarnya. Tidak hanya itu, indikasi lain yang perlu dipelajari, kata Made Grie, adalah keberadaan penjajah Belanda yang pernah berkuasa, memungkinkan jika pondasi istana kerajaan itu sudah diperbaharui. Artinya bisa jadi Belanda membuat pondasi baru diatas pondasi kerajaan tersebut, sehingga membutuhkan ketelitian untuk mengetahui apakah sisa-sisa istana Tambora masih ada. Prediksi itu, menurut Made akan ditindak lanjuti terlebih pernah ditemukannya kerangka manusia. Hingga saat ini Balai Arkeologi Denpasar belum membuat peta secara keseluruhan terkait keberadaan kesultanan Tambora dan Pekat itu. Dia yakin, keberadaan kesulatanan Tambora merupakan kawasan pusat perekonomian. Tempat itu diprediksi sebagai daerah suplai komoditi dan ekspor-import di Bima. Maka itu, dibutuhkan waktu lama dan tentunya tenaga untuk mengungkap misteri kerajaan Tambora dan Pekat yang terkubur akibat letusan Gunung Tambora . C. Analisa Perdaban Kerajaan Tambora Kerajaan Tambora yang teretak pada suatu jazirah yang pada ketiga penjuru dibatasi oleh laut. Disebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh kerajaan berada disekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun). Sebelum Tambora meletus,air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat tambora hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu. Ladang-ladang cukup dilembabpi oleh embun dan karena itu mereka bertanam pada sekitar bulan agustus dan panen pada bulan desember. Kekayaan yang utama adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan . setengah dari hasil Gubernemen dan setengah dari kuda-kuda tersebut dikirim ke Kerajaan Bima pada tahun 1806 dan tahun 1807 berasal dari Tambora. Menurut Tobias,pada tahun 1808 Kerajaan Tambora berpenduduk sekitar empat ribu iwa dan pada tahun 1815 atau setelah tambora meletus penduduk kerajaan tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga puluh ribu jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir lahar,selanjutnya bekas Kerajaan tambora yang sudah habis ditelan ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu hingga sekarang ini. Bekas Kerajaan tambora kini masuk dalam wilayah Kecamatan Pekat Dompu . sejumlah arkeolog vulkanologi dan Direktorat Vulkanologi menemukan aneka peninggalan gerabah, tulang, dan perhiasan perunggu yang terkubur lebih dari tiga meter dalamnya. Beberapa penemuan awal menunjukkan terdapat hubungan yang erat antara penduduk Tambora dengan Indo Cina. Kemudian pada tahun 2008 Museum Geologi Bandung mengadakan penelitian terpadu bekerjasama dengan Dinas Pertambangan Mataram dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional serta dari Balai Arkeologi Denpasar. Dengan bantuan hasil rekaman alat GPR (Ground Penetration Radar) yang dapat merekam keadaan struktur dan material di bawah tanah dapat memberikan indikasi keberadaan temuan sehingga lebih mudah mengadakan ekskavasi untuk menemukan sejumlah temuan seperti sisa bangunan yang tampak jelas utuh, komponen atap rumah, kerangka atap bambu dan tiang penyangga. Temuan ini mengidentifikasi bahwa bangunan rumah ini merupakan bangunan dengan material alam (bangunan biologi) menggunakan konstruksi rumah panggung yang umumnya dikenal pada rumah-rumah tradisional nusantara. Pada kesempatan ini juga ditemukan padi dalam jumlah banyak yang masih utuh, biji kemiri, dan kapulaga, yang posisinya pada sisa reruntuhan bangunan beratap ilalang kemungkinan dapur. Temuan penting lainnya adalah sebuah keris yang terselip di pinggang kiri serta sejumlah perhiasan cincin emas dan perak dengan beberapa memakai permata, gelang, bandulan kalung, dan kotak tembakau, serta peralatan dapur seperti niru, sendok tempurung kelapa, alat makan dari batok kelapa, tali tambang, batu ulekan, keramik, gerabah, bakul, pisau, kemiri, tombak, dan alat-alat tenun. Kegiatan penggalian tahun 2010 telah ditemukan konstruksi bangunan, keramik, kunci, alat tenun, segulung tali, mangkok dari batok kelapa, rangka manusia yang terkena pasir panas. Kemudian yang terakhir adalah kegiatan ekskavasi yang dilakukan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan dari Balai Arkeologi Denpasar beserta para wartawan kompas pada bulan Juni tahun 2011 lalu menemukan sebuah konstruksi bangunan rumah yang telah roboh . Dari uraian diatas besar kemungkinan bahwa peradaban tambora banyak dipengaruhi oleh perdaban Indo China hal ini terjadi akibat hubungan perdagangan antar wilayah selain itu juga terdapat beberapa tradisi yang telah ada sejak lama hingga kini masih di pertahankan oleh masyarakat tambora, tradisi itu meliputi peraturan-peraturan, adat istiadat perayaan hari besar dan sejenisnya. D. Menggali Kearifan Lokal Dalam Peradaban Sebelum terjadinya bencana besar, masyarakat Kerajaan Tambora sudah terbiasa menghadapi tantangan akibat alam yang keras seperti seiring terjadinya kesulitan air, dimana tantangan alam yang demikian ini justru menginspirasi masyarakat Tambora berjuang keras. Disamping intensitas pemanfaatan alam yang cukup besar juga adanya pengaruh kebudayaan dari luar juga turut andil mempengaruhi karakteristik masyarakat kerajaan Tambora Karakter masyarakat Tambora bukan saja agraris tapi lebih terpola pada kegiatan dagang atau industri. Pola-pola kebudayaan yang dimiliki ini sedikit tidak dipengaruhi akibat hubungan dengan pihak luar mengingat secara geografis letak wilayah kerajaan Tambora yang strategis dan tidak terlalu jauh dengan lalu lintas laut. Kenyataan ini dibuktikan juga dari sejumlah temuan ekskavasi yang tergolong barang mewah pada masanya seperti keramik, perhiasan aksesoris, berbagai botol minuman keras keris dan sebagainya Potensi dan kerajaan Tambora ini menjadi daya tarik tersendiri. Terbukti dari keinginan kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang berdatangan untuk memperoleh sejumlah barang kekayaan kerajaan Tambora dan menukarnya dengan sejumlah bahan makanan yang sangat dibutuhkan masyarakat Tambora saat mengalami musibah pasca letusan gunung Tambora . Dari penjelasan diatas mengungkapkan bahwah nilai kebudayaan kerajaan tambora pada waktu itu sangat ting dan telah mampu menjalin hubungan atau integritas kebudayaan dengan berbagai wilayah luar melalui perdagangan. Daftar Gambar Tim dari Balai Arkeologi Bali melakukan ekskavasi di kawasan kebun kopi di Dusun Tambora, kaki Gunung Tambora, Bima, Nusa Tenggara Barat, Senin (20/6/2011). Pemukiman di kaki Gunung Tambora di daerah Doropeti, Kabupaten Dompu, di Nusa Tenggara Barat, Minggu (19/6/2011). Warga menjemur kopi di Desa Tambora, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Jumat (24/6/2011). vegetasi berupa tanaman edelwiess di puncak Gunung Tambora (2.850 mdpl), Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, Rabu (22/6/2011). Parno, menunjukkan perabot rumah temuan dari penggalian kawasan perkebunan kopi di Dusun Tambora, kaki Gunung Tambora, Dompu, Nusa Tenggara Barat, Kamis (23/6/2011). Siti Maryam R Salahudin dengan bantuan kaca pembesar membaca buku Bo’ Sangaji Kai di kediamannya di Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (18/6/2011) . BAB II Penutup A. Kesimpulan Menelusuri jejak nenek moyang terdahulu memang sangat membutuhkan waktu yang sangat lama dan dana yang cukup banyak untuk dapat mngetahui kehidupan dan peradaban zaman terdahulu sama halnya pengkajian diatas, Penelitian dan observasi telah dilakukan dengan memakan waktu berbual-bulan dan bertahun-tahun serta biaya yang sangat banyak, barulah informasi tentang sejarah atau pun kebudayaan Tambora bisa terungkap itu pun masih banyak kekurangan. Karya ilmiah ini meringkas dari berbagai sumber yang mengkaji bagian demi bagian peradaban dan kebudayaan yang telah ada dan telah punah bersama abu vulcanic, hal yang bisa di temukan hanyalah sebatas benda-benda mati yang bisa di jadikan bahan penelitian akan keberadaannya kerajaan tambora tersebut. B. Saran Adalah sebagai salah satu sifat manusia yang paling urgen dalam dalam segala hal bahwa suatu kekeliruan dan kesalahan yang tak pernah luput, sebagaimana penulis dalam hal ini penulisan karya ilmiah ini kemungkinan masih banyak hal yang keliru atau tidak valid, maka tidak salah jika penulis menerima keritik dan saran yang sifatnya membangun, demi kedepanya dapat di perbaiki dalam karya lain ataupun tulisan-tulisan yang lebih baik dari karya sederhana ini. Daftar Pustaka http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/galeri/photo/69889/71870 Henri Chamberr -Lois. kerajaan bima dalam sastra dan sejarah, Jakarta:2004 I MADE GERIA Forum Arkeologi 1 2010 http://www.bimakutanahku.com/ http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/52/name/nusa-tenggara-barat/detail/5205/dompu http://nasional.news.viva.co.id/